HUBUNGAN BRAND HERITAGE MUSEUM KERATON SURAKARTA TERHADAP MINAT BERKUNJUNG KEMBALI WISATAWAN DARI DALAM DAN LUAR INDONESIA

 Oleh Jeffrey Sutanto



Halo semuanya! Pada era globalisasi, produk atau jasa yang bersaing dalam satu pasar semakin banyak dan beragam akibat keterbukaan pasar. Sehingga terjadilah persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen serta memberikan kepuasan kepada pelanggan secara maksimal sehingga dapat dikunjungi kembali. Untuk dapat memenangkan persaingan setiap perusahaan dituntut harus selalu peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dan lebih cermat dalam menentukan strategi bersaingnya. Namun karena sebab persaingan yang ketat membuat perusahaan sulit untuk meningkatkan jumlah pelanggan serta sangat sulit bagi perusahaan untuk merebut pangsa pasar pesaing.

Museum merupakan tempat yang dari abad ke-18 oleh pemikiran renaissance digunakan untuk menyimpan benda-benda kuno dan bersejarah. Hingga saat ini  Museum dimanfaatkan untuk menyimpan koleksi budaya, peninggalan sejarah, hasil karya seni, sampai benda pada zaman prasejarah. menurut (Benediktsson, 2004).

Museum, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995, adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda benda bukti materiil hasil budaya manusia, serta alam dan lingkungannya, guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Museum tidak hanya berperan dalam bidang budaya, tetapi, juga dalam bidang pendidikan. Museum menyediakan sumber informasi yang meliputi aspek sejarah, budaya, lingkungan, yang berguna untuk dipelajari masa lalunya, serta dijadikan panduan untuk masa depan.

Sebagai penarik wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia, pengembangan atraksi wisata dilakukan meliputi daya tarik wisata alam (35%), budaya (60%), dan buatan (5%). Ada tiga hal dalam mengembangkan destinasi pariwisata yang bertujuan customer-centric strategic. Pertama customer satisfaction, yaitu wisatawan puas dengan destinasi wisata yang kita tawarkan. Kedua customer retention/loyalty, yaitu wisatawan berkunjung kembali dan loyal dengan destinasi wisata yang kita tawarkan. Ketiga customer advocacy, dimana wisatawan merekomendasikan destinasi wisata kita kepada wisata lain (Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata, 2018).

Wisata merupakan kegiatan yang hampir semua orang pernah lakukan, bahkan tidak sedikit yang sangat menggemari kegiatan tersebut. Wisata berarti bepergian bersama-sama dan lebih diidentikkan dengan pergi keluar atau tamasya. berbagai macam wisatawan seperti  pelajar, mahasiswa dan penelitian yang mengunjungi ke Museum, tetapi hampir semua pengunjung tersebut mengunjungi  Museum karena berbagai alasan seperti tugas sekolah/ kuliah, riset penelitian, dan keliling pariwisata. maka itu sedikit juga pengunjung yang mengunjungi  Museum hanya keinginan mereka jadi ketika mereka hanya mengunjungi karena hanya untuk keperluan saja menjadikan Museum sedikit juga pengunjung dan kurang minat nya untuk berkunjung kembali. Bisa dibuktikan dari kasus data pengunjung ke tempat wisata yaitu ragunan ragunan yang pengunjungnya sekitar 150 ribu orang sedangkan pengunjung Museum Mpu Tantular hanya mendapatkan pengunjung sekitar 68 ribu orang dan dikatakan rata-rata perbulan nya sekitar 5.700 orang, jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kunjungan tempat wisata lain. rendahnya minat masyarakat untuk mengunjungi  Museum tidak lepas dari kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap pengelolaan Museum, sehingga banyak Museum yang tidak dipelihara dengan baik.

 

Namun ada juga Museum yang sering dikunjungi oleh wisatawan, pariwisata maupun pelajar di Surakarta yaitu museum keraton Surakarta.

 


 

Keraton Kasunan Surakarta terletak di pusat kota Solo, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Pembangunan keraton dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat kota Wonogiri. 

 

 


Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan (raja Solo) yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Jadi tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki banyak kesamaan. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745.

 

Bila ingin mengunjungi keraton ini, pengunjung harus mematuhi berbagai peraturan seperti tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bila sudah terlanjut bercelana pendek dapat meminjam kain bawahan untuk digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.

 

 


Mengunjungi keraton Solo dari arah depan bisa terlihat susunan kota lama khas Jawa: sebuah bangunan keraton yang dikelilingi oleh alun-alun, Pasar Klewer, dan Masjid Agung Surakarta. Memasuki bagian depan keraton, terdapat bangunan Sasana Sumewa dan sebuah meriam berbahan perunggu bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para bawahannya. Di tempat ini pengunjung masih bisa melihat    Dhampar Kencana (singgasana raja) yang terletak di Siti Hinggil Lor. Pengunjung tidak boleh menaiki area ini sebab tempat itu sangat dihormati dan dianggap keramat.


 




Dari Siti Hinggil, pengunjung akan memasuki Kori Renteng, Kori Mangu, dan Kori Brojonolo. Mereka yang melewati pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran untuk selalu waspada. Sesudah itu, pengunjung sampai di pelataran Kamandungan Lor, kemudian Sri Manganti, dan akhirnya museum keraton bernama Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.


Dalam museum pengunjung dapat menyaksikan benda-benda peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Koleksinya antara lain alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan, juga peralatan kesenian. Koleksi menarik lain adalah kereta kencana, topi kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X.

 


Selanjutnya pengunjung bisa ke Sasana Sewaka yang berada di samping museum. Pada halaman Sasana Sewaka wisatawan harus melepaskan alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang diambil dari Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo. Di sini, pengunjung dilarang mengambil atau membawa pasir halus tersebut.




Terakhir, ada menara yang disebut Panggung Sanggabuwana. Konon, menara digunakan oleh Susuhunan untuk bersemedi dan bertemu Nyai Rara Kidul, penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semedi, menara ini juga berfungsi sebagai menara pertahanan untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton.

Dengan demikian maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang  apakah  adanya pengaruh brand heritage museum kraton surakarta terhadap minat berkunjung kembali wisatawan dari dalam dan luar Indonesia.

 

A. PENGERTIAN BRAND HERITAGE

Brand heritage (warisan merek) adalah konsep yang muncul di dalam pemasaran, yang menunjukkan bahwa daya tarik konsumen dari produk dan jasa ditawarkan oleh perusahaan yang lebih tua dapat ditingkatkan oleh karakter historis merek mereka (Hudson, 2011a; Urde, Greyser, dan Balmer, 2007). Meskipun topiknya tampak tidak jelas, fenomena yang relatif umum. Baru baru ini studi merek global terkemuka di berbagai industri menunjukkan bahwa lebih dari 40% adalah didirikan lebih dari 100 tahun yang lalu (Hudson, 2011b).

Contoh pemasaran yang terkait dengan warisan sertakan kutipan tanggal pendirian perusahaan pada kemasan, deskripsi sejarah perusahaan di situs web, dan perayaan perusahaan hari jadi. Pemasaran semacam itu mungkin juga melibatkan referensi ke perusahaan dalam konteks historis atau untuk artefak ikonik yang dimiliki perusahaan. Itu bahkan bisa mencakup pembuatan yang diperbarui produk yang menggabungkan elemen visual dari versi sebelumnya, atau desain penawaran baru yang mewakili kenangan ideal atau buatan dari realitas sejarah.

Tujuan pemasaran warisan bukanlah untuk memanjakan kepekaan barang antik, melainkan untuk mempengaruhi perilaku pembelian di masa depan dengan menggunakan referensi sejarah saat ini inisiatif pemasaran. Elemen warisan mungkin digunakan sebagai bukti untuk mendukung klaim tentang atribut atau status merek atau produknya, terutama dalam kaitannya dengan konsep-konsep seperti: keaslian atau kepeloporan. Merek bersejarah juga dapat berfungsi sebagai instrumen eksistensial definisi, di mana konsumen memproyeksikan asosiasi dari masa lalu mereka sendiri, menghasilkan afektif reaksi seperti nostalgia. Yang pertama beroperasi dalam mendefinisikan identitas merek saja, sementara yang terakhir ini juga bekerja dalam mendefinisikan identitas konsumen (Hudson dan Balmer, 2011).


B. Theory Of Revisit Intention (Minat Berkunjung Kembali)

Minat berkunjung kembali diangkat menjadi salah satu topik penelitian dalam literatur pariwisata. Minat berkunjung kembali pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas pelayanan suatu perusahaan dan berminat melakukan kunjungan kembali atau mengonsumsi kembali produk perusahaan tersebut menurut Faradiba dan Astuti (dalam Ermawati, 2018:11). Minat berkunjung kembali berkaitan dengan kesediaan dalam merekomendasikan suatu objek kepada orang lain (Chen & Tsai, 2007). Minat berkunjung kembali sebagai bentuk kesiapan atau kesediaan individu untuk melakukan kunjungan ulang ke destinasi yang sama (Tosun, Dedeoglu, & Fyall, 2015).

 

C. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BRAND HERITAGE TERHADAP REVISIT INTENTION

 

1. Brand heritage awareness (kesadaran warisan merek)


 

Definisi brand awareness menurut kotler & keller  adalah kemampuan merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika konsumen sedang memikirkan suatu produk dan seberapa mudahnya merek tersebut diingat.

Rangkuti (2004:243) Menjelaskan bahwa brand awareness adalah suatu kemampuan individu untuk mengingat iklan atau merek tertentu secara spontan atau sesudah dirangsang dengan kata-kata kunci. Pendapat dari Rossiter & Percy (1996:113) mengenai brand awareness adalah sebuah kemampuan dalam mengenal dan menyebutkan merek tanpa kategori secara rinci untuk membeli suatu hal. Aaker & Joachimsthaler (2005) Mengungkapkan bahwa brand awareness merupakan kemampuan pelanggan untuk mengenali ataupun mengingat bahwa merek adalah anggota dari kategori produk tertentu.

Arti brand awareness menurut  Shimp (2003:311) adalah kemampuan mere di pasaran untuk ada dalam benak konsumen saat konsumen tersebut mengingat kategori produk tertentu dan juga seberapa gampangnya merek itu muncul dibenak pembeli. Kesadaran merek atau brand awareness menurut Durianto, dkk (2004:30) adalah kemampuan individu untuk mengenali dan mengingat kembali merek tertentu sebagai bagian dari kategori produk tertentu.

Pengertian brand awareness menurut Soehadi (2005:28) adalah kemampuan untuk membuat konsumen mengerti kategori produk dimana produk tersebut bersaing. Pada level yang lebih tinggi, keberhasilan membangun brand awareness sangat ditentukan oleh seberapa jauh konsumen tahu bahwa merek tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kartajaya (2010:64) Mendefinisikan brand awareness sebagai kemampuan konsumen potensial untuk mengenali atau juga mengingat merek tersebut lagi bahwa merek itu adalah bagian dari kategori suatu produk.

 

1. Brand heritage image (citra warisan merek)

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) menjabarkan citra merek sebagai kumpulan asosiasi tentang suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen.

Menurut Shiffman dan Kanuk citra tersebut dibentuk oleh beberapa faktor, antara lain kualitas produk, karakter merek yang dapat diandalkan, kegunaan atau manfaat, harga, serta branding yang dibendung oleh merek itu sendiri. Menurut Aaker dan Biel (1993) Citra merek adalah penilaian konsumen terhadap suatu brand dalam sebuah pasar. Penilaian ini bisa muncul baik berdasarkan pengalaman pribadi ataupun berdasarkan reputasi yang disampaikan oleh orang lain dan media.

Menurut Keller (2000) Sementara itu, Keller berpendapat brand image adalah persepsi konsumen terhadap merek atau produk yang akan digunakan atau dipakai. Citra ini melibatkan beberapa aspek, yaitu merek mudah diingat, mudah dikenal, serta mempunyai reputasi baik.

Menurut Setiadi (2003) Brand Image adalah representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian dijelaskan dalam bukunya Kotler mendefinisikan brand image sebagai seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seorang terhadap suatu merek.

Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh brand image merupakan syarat dari merek yang kuat. Menurut (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak, 2004) menyatakan brand image adalah asosiasi brand saling berhubungan dan menimbulkan suatu rangkaian dalam ingatan konsumen. Brand image yang terbentuk di benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan brand tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image.

 

2. Heritage perceived brand quality (Warisan persepsi kualitas merek)

Persepsi kualitas menurut Simamora (2003) adalah persepsi konsumen terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk lain.

Persepsi kualitas menurut Rangkuti (2004) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan maksud yang diharapkan pelanggan. Persepsi kualitas menurut Durianto dkk (2004) adalah persepsi pelanggan terhadap seluruh kualitas atau keunggulan produk atau jasa layanan terkait dengan apa yang diharapkan produk.

Persepsi kualitas menurut Tjiptono (2005) adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan superioritas produk secara keseluruhan.Persepsi kualitas menurut Aaker dalam Rangkuti (2008 )adalah persepsi pelanggan terhadap seluruh kualitas atau keunggulan produk atau jasa yang sama dengan maksud yang diharapkan.

Persepsi kualitas menurut Handayani dkk (2010) adalah persepsi konsumen terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan dengan alternatif lain.

Persepsi kualitas menurut Durianto (2011)adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan.

 

3. Heritage brand value (Nilai merek warisan)

Menurut Seth Godin yang dikutip dalam artikel di Forbes.com, pengertian brand value adalah nilai total dari berapa banyak orang rela membayar lebih, atau seberapa sering mereka memilih, harapan, ingatan, cerita dan hubungan terhadap satu merek dibandingkan merek yang lainnya.

Menurut Eid dan El-Gohary (2015), nilai merupakan instrumen subjektif dan dinamis yang bervariasi di antara budaya dan pelanggan yang berbeda. Brand Value adalah nilai yang diterima konsumen melalui perasaan konsumen bahwa manfaat merek yang diterima dari produk sesuai dengan harga yang harus dibayar atau lebih dari harga yang dibayar (Sweeney & Soutar, 2001).

Brand value dapat dibangun melalui pengembangan profitabilitas pelanggan. Menurut Miller (2007) ketika membangun nilai merek, perusahaan harus memahami dengan pasti siapa yang akan menjadi pelanggan merek pada tingkatan yang paling tinggi. Hal ini berarti melihat basis pelanggan secara rinci, dan memahami dari mana nilai yang ada dalam merek berasal. Pada dasarnya, perusahaan sedang menentukan siapa pelanggan yang menguntungkan dan siapa yang tidak menguntungkan.

 

 4. Security and safety (keamanan dan keselamatan)

Keamanan berasal dari kata dasar aman yang artinya bebas dari bahaya, aman juga berarti bebas dari gangguan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012: 46). Sedangkan Keselamatan berasal dari kata selamat yang artinya adalah terbebas dari bahaya, malapetaka ataupun bencana, atau juga dapat diartikan tidak adanya gangguan dari pihak manapun. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012: 1248).

Dari uraian tersebut dapat dimaknai bahwa keamanan yaitu sebuah keadaan aman atau ketenteraman seseorang atau sekelompok orang terhadap resiko bahaya yang timbul karena   faktor  lingkungan Sedangkan keselamatan adalah perihal keadaan selamat atau keadaan seseorang atau sekelompok orang untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Dalam sebuah kawasan atau destinasi wisata persoalan keamanan dan keselamatan menjadi tanggung jawab semua masyarakat khususnya pengelola obyek wisata aparat keamanan, maupun para pengunjung atau wisatawan pada umumnya.

Keadaan obyek wisata yang tidak aman berarti terjadi berbagai hal yang merugikan keselamatan para wisatawan seperti terjadi pencurian, penjambretan, penodongan, dan tindak kejahatan lain, sehingga para pengunjung menjadi tidak tenteram, dan ketakutan akibatnya obyek wisata atau daerah tujuan wisata menjadi terkucilkan karena tidak pernah dikunjungi wisatawan. Sebagai pengelola obyek wisata hendaknya harus tegas terhadap berbagai tindak kejahatan ataupun tindakan para wisatawan yang mencurigakan dan mengarah pada tindakan kejahatan.Salah satu aspek dari perilaku konsumen (pengunjung) obyek wisata yang berkaitan dengan keputusan untuk membeli produk pariwisata adalah faktor resiko dari produk itu sendiri.

Dapat dipastikan bahwa wisatawan akan batal membeli produk wisata, jika konsumen sudah berasumsi bahwa keselamatan dan keamanannya tidak terjamin. Oleh sebab itu, pengelolaan terhadap keselamatan dan keamanan pengunjung sangat diperlukan untuk menciptakan kepercayaan kepada pengunjung atas keselamatan dirinya.

 

 

1. Hubungan heritage brand awareness (kesadaran warisan merek) dengan revisit intention (minat berkunjung kembali)

Konsep ini telah ditetapkan sebagai komponen penting dari ekuitas merek, karena merupakan yang pertama tahap dalam membangun dan menumbuhkan ekuitas merek (Mansur et al., 2021). Selanjutnya, Aaker (1996) menjelaskannya sebagai pengalaman merek di benak konsumen, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali dan mengingat suatu merek.

Dalam sastra pariwisata, Kucharska dan Mikołajczak (2018) menyatakan bahwa kesadaran merek berarti kesadaran wisatawan tentang merek tujuan dan proses kognitif berdasarkan pengetahuan yang membantu menentukan tujuan wisata bermerek. Yang penting, daya tarik dan kesadaran warisan berkontribusi pada turis internasional pemilihan Malaka sebagai tujuan.

Sebuah studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa kesadaran kesadaran berpengaruh signifikan terhadap minat berkunjung kembali (Junaedi dan Harjanto, 2020). Namun demikian, kesadaran merek destinasi memberikan dampak negatif terhadap kunjungan wisatawan ke Lahore sebagai tujuan (Kashifet al., 2015). Hal ini membuat temuan tidak konsisten dan bervariasi dalam berbagai pengaturan.

 

2. Hubungan antara heritage  brand image (citra warisan merek) dengan revisit intention (minat berkunjung Kembali)

Dimensi citra merek destinasi telah mendapatkan pengakuan akademis (Jawahar dan Aslam, 2021). Menurut Tosun dkk. (2021), citra memainkan peran kunci dalam pengenalan merek destinasi untuk wisatawan. Pengelola situs pariwisata atau pemasar menggunakan citra secara ekstensif sebagai alat promosi dalam mendapatkan ingatan dan kesadaran yang meningkatkan atribut mereka dan membedakan mereka dari kompetisi.

Hal ini menunjukkan bahwa konstruk merupakan faktor penting dalam menciptakan tujuan gambar untuk manajer, yang merupakan alat vital dalam keputusan dan perilaku wisatawan (Cham dkk., 2021). Dalam penelitian ini, peneliti berpandangan bahwa HBI menandakan situs warisan, barang dan layanan yang mempengaruhi persepsi kualitas dan kepuasan wisatawan internasional. Warisan produk seperti kota bersejarah, benteng dan kastil, dan identitas budaya menciptakan citra merek untuk wisatawan warisan internasional (Abd Aziz et al., 2011; Martins, 2015).

Menggunakan data dari tiga Situs tujuan warisan Indonesia menyimpulkan bahwa penentuan posisi tujuan meningkatkan citra destinasi yang mengarah pada minat untuk berkunjung. Karena gambar adalah komponen penting dari ekuitas merek (Fras-Jamilena et al., 2018), membangun, mengubah, dan memproyeksikan citra tujuan warisan adalah inti untuk promosi tujuan untuk kunjungan kembali wisatawan internasional.


3. Hubungan heritage perceived quality (warisan persepsi kualitas merek) dengan revisit intention (minat berkunjung kembali)

Kualitas yang dirasakan di "sektor pariwisata dan perhotelan berkaitan dengan konsumen" persepsi kualitas infrastruktur destinasi, layanan keramahtamahan, dan fasilitas yang termasuk akomodasi” (Pike et al., 2010, hal. 442), yang dianggap sebagai komponen ekuitas merek (Tran et al., 2019). Oleh karena itu, memberikan nilai kepada konsumen, yaitu, memberi mereka alasan mengapa mereka harus membeli produk atau layanan dengan membedakan merek dari pesaingnya. Banyak studi tujuan telah memberikan pertimbangan akademis kualitas persepsi tujuan (Bianchi et al., 2014; Gartner, 2014; Tran et al., 2021).

Menurut toTran dkk. (2019), wisatawan yang menghargai persepsi kualitas suatu destinasi, akan cenderung kepuasan, dan ini dapat menyebabkan minat untuk mengunjungi kembali. Meskipun demikian, wisatawan yang memiliki minat mengunjungi destinasi yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya akan membandingkan kualitasnya harapan sebelum dan sesudah kunjungan mereka dan menilai apakah mereka akan mengunjungi kembali dan atau merekomendasikan kepada wisatawan lain.

Artinya, kualitas yang dirasakan dari tujuan warisan mempengaruhi wisatawan persepsi tentang kualitas infrastruktur, layanan resepsionis, dan fasilitas situs perjalanan yang merupakan elemen kunci dari minat individu untuk mengunjungi kembali (Dinnie et al., 2010).

 

4. Hubungan heritage brand value (nilai merek warisan) dengan revisit intention (minat berkunjung kembali)

 

Nilai telah mendapatkan banyak pertimbangan dalam pariwisata (Um dan Yoon, 2021; Ganji et al., 2021). Menurut Eid dan El-Gohary (2015), nilai merupakan instrumen subjektif dan dinamis yang bervariasi di antara budaya dan pelanggan yang berbeda.

Konsep tersebut telah terbukti secara empiris memainkan dampak besar dalam evaluasi pelanggan terhadap lokasi pariwisata (Boo et al., 2009; Kim et al., 2009), dan mempengaruhi minat berkunjung kembali wisatawan (Yuniawati dan Finardi, 2016). Oleh karena itu, adalah bijaksana untuk menyimpulkan bahwa menggunakan nilai untuk memprediksi minat untuk berkunjung lagi dapat mengarah ke yang lebih baik pemahaman tentang perilaku wisata warisan setelah keputusan.

 

5. Hubungan safety and security (keamanan dan keselamatan) antara Ekuitas merek dengan revisit intention (minat berkunjung kembali)

Pasca serangan 9/11, isu keselamatan dan keamanan semakin mendapat perhatian, yang membuat mereka kekuatan kritis yang mendorong dan masih mendorong industri pariwisata (Chauhan, 2007; Chiang, 2000). Literatur yang ada mengungkapkan bahwa persepsi "keselamatan dan keamanan" adalah yang mendasar dasar dalam membangun sektor pariwisata yang sukses (UNWTO, 2003). Chauhan (2007) berpendapat bahwa konsep "keselamatan dan keamanan" sangat penting, dan itu menciptakan citra yang baik untuk situs tujuan. Benua Asia telah dihadapkan dengan ancaman keamanan yang meningkat dari front politik hingga teroris seperti, “penyakit virus corona 2019 (COVID-19)”.

Ada berbagai sudut pandang keselamatan dan keamanan dalam industri pariwisata yang terdiri dari berbagai komponen yang meliputi: kekerasan, kejahatan, terorisme, penyerangan seksual, keamanan politik, keamanan publik, perlindungan hukum wisatawan, mendapatkan informasi yang dapat dipercaya bagi wisatawan dan keamanan lingkungan (Kovari and Zim anyi, 2011; Tasci dan Boylu, 2010). Penelitian saat ini mengkontekstualisasikan keselamatan dan keamanan sebagai melindungi wisatawan dari tragedi yang tidak diketahui dan hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian kepada mereka di tempat tujuan.

Menurut Hayes dan Rockwood (2017), moderasi sebagian besar diperkenalkan untuk memperkuat atau melemahkan hubungan. Misalnya, Hassan dan Soliman (2021) mengemukakan bahwa ketakutan akan Virus COVID-19 meningkatkan hubungan antara reputasi destinasi dan keinginan untuk kembali. Lebih jauh, dalam beberapa penelitian, analisis moderasi melemahkan hubungan (Sebaliknya, 2021). Dengan kata lain, ada inkonsistensi dalam literatur. Terlihat, penelitian ini dapat secara meyakinkan menyatakan bahwa ada mata rantai yang hilang antara keselamatan dan keamanan, memperkuat hubungan antara dimensi ekuitas merek warisan dan minat untuk meninjau kembali dari perspektif wisatawan internasional.

Keselamatan dan keamanan diukur tinggi dan rendahnya untuk menentukan bagaimana pengalaman wisatawan memperkuat minat wisatawan untuk berkunjung kembali atau tidak. Sekali lagi, pengukuran keselamatan dan keamanan sebagai anteseden reputasi destinasi dan minat kunjungan kembali dalam konteks (Badu-Baiden et al., 2016; Boakye, 2012; Preko, 2021), antusias dan memberi kesempatan ekstra untuk penelitian ini

 

D. MUSEUM KRATON SURAKARTA SEBAGAI TEMPAT WISATA

 


Museum Keraton Surakarta Hadiningrat atau Museum Keraton Solo adalah museum khusus yang mengoleksi benda-benda budaya peninggalan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Museum Keraton terbagi menjadi dua bangunan utama di bagian barat dan timur. Kedua bangunan memiliki ruangan-ruangan yang memuat hasil kriya Karaton Surakarta. Di bagian depan museum terdapat ruangan Sasana Sumewa yang berisi sebuah meriam perunggu yang bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara raja dan para pesuruhnya. Di dalam ruangan bernama Siti Hinggil terdapat singgasana raja yang bernama Dhampar Kencana. Benda-benda yang dikoleksi berupa peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa pecahan candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Bentuknya berupa alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan dan peralatan kesenian. Selain itu, terapat juga kereta kencana, topi kebesaran Pakubuwana VI, Pakubuwana VII, serta Pakubuwana X. Bangunan museum sebelumnya digunakan sebagai gedung perkantoran. Tiap ruangan kemudian dipugar menjadi ruang pamer museum. Pemugaran museum terakhir kali dilakukan pada tahun 2003. Pengelolaan museum diserahkan kepada Keraton Surakarta dan pemerintah Kota Surakarta. Alamat museum di Jalan Sidikoro, Baluwarti, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Titik koordinatnya di 7°34’41.5” Lintang Selatan dan 110°49’39.6” Bujur Timur. Museum dapat diakses dari Bandar Udara Adi Sumarmo (17,8 km), Stasiun Solo Kota (2 km), Stasiun Solo Balapan (4,8 km), atau Terminal Tirtonadi (5,8 km).

 

· Arsitektur


Keraton Kasunanan Surakarta terletak di pusat kota Solo, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Pembangunan keraton dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat kota Wonogiri.

 


Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan (raja Surakarta) yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Jadi tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki banyak kesamaan. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Karaton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745.

Bila ingin mengunjungi keraton ini, pengunjung harus mematuhi berbagai peraturan seperti tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bila sudah terlanjut bercelana pendek dapat meminjam kain bawahan untuk digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.

 


Mengunjungi Karaton Surakarta dari arah depan bisa terlihat susunan kota lama khas Jawa: sebuah bangunan keraton yang dikelilingi oleh alun-alun, Pasar Klewer, dan Kagungandalem Mesjid Ageng Surakarta. Memasuki bagian depan keraton, terdapat bangunan Sasana Sumewa dan sebuah meriam berbahan perunggu bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para bawahannya. Di tempat ini pengunjung masih bisa melihat Dhampar Kencana (singgasana raja) yang terletak di Siti Hinggil Lor. Pengunjung tidak boleh menaiki area ini sebab tempat itu sangat dihormati dan dianggap keramat.



 
Dari Siti Hinggil, pengunjung akan memasuki Kori Renteng, Kori Mangu, dan Kori Brojonolo. Mereka yang melewati pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran untuk selalu waspada. Sesudah itu, pengunjung sampai di pelataran Kamandungan Lor, kemudian Sri Manganti, dan akhirnya museum keraton bernama Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.

 

· Koleksi


Dalam museum pengunjung dapat menyaksikan benda-benda peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Koleksinya antara lain alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan, juga peralatan kesenian. Koleksi menarik lain adalah kereta kencana, topi kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X.

 


Selanjutnya pengunjung bisa ke Sasana Sewaka yang berada di samping museum. Pada halaman Sasana Sewaka wisatawan harus melepaskan alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang diambil dari Gunung Merapi dan Pantai Parangkusuma. Di sini, pengunjung dilarang mengambil atau membawa pasir halus tersebut.



Terakhir, ada menara yang disebut Panggung Sanggabuwana. Konon, menara digunakan oleh Susuhunan untuk bersemadi dan bertemu Kanjeng Ratu Kidul (Kanjeng Ratu Kencana Hadisari), penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semadi, menara ini juga berfungsi sebagai menara pertahanan untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton.

Jadi hubungan antara brand heritage museum Surakarta terhadap minat untuk berkunjug Kembali terhadap wisatawan dari dalam atau luar Indonesia sangat signifikan dikarenakan museum kraton Surakarta didalamnya terdapat niai sejarah dan budaya masyarakat solo yang sangat kental dan di pelihara yang bisa menarik minat wisatawan dari dalam maupun luar indonesia



DAFTAR PUSTAKA

Syarif Hidayatullah, Irany Windhyastiti, Eko Aristanto, Ike Kusdyah Rachmawati. 2021. Peran Cleanliness, Health, Safety Dan Environment Sustainability (CHSE) Terhadap Minat Orang Berkunjung Ke Destinasi Wisata Yang Ada Di Kota Batu Pasca Pandemic Covid 19. Program Studi Manajemen. Universitas Merdeka Malang. Vol. 2, No. 1. Hal 161-168

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (2016). "Keraton Surakarta: Kori Sri Manganti (Wawancara dengan KGPH. Puger

Rifka Nilasari (2013), Morfosemantis Nama-nama Bangunan di Kompleks Keraton Surakarta

Chelin Indra Sushmita (2020). "Panggung Sangga Buwana Di Keraton Solo, Tempat Ketemu Ratu Kidul

Journal internasional The effect of brand heritage in tourists’ intention to revisit Iddrisu Mohammed Department of Marketing and Entrepreneurship, University of Ghana Business School, College of Humanities, University of Ghana, Accra, Ghana Mahmoud Abdulai Mahmoud Department of Marketing and Entrepreneurship, University of Ghana Business School, College of Humanities, University of Ghana, Accra, Ghana and Department of Marketing Management, School of Consumer Intelligence and Information Systems, College of Business and Economics, University of Johannesburg, Johannesburg, South Africa, and Robert Ebo Hinson Department of Marketing and Entrepreneurship, University of Ghana Business School, College of Humanities, University of Ghana, Accra, Ghana and Durban University of Technology, Durban, South Africa


Comments

Post a Comment

Popular Posts